Home » » Bulan Kemuliaan Antara Islam Dan Jawa

Bulan Kemuliaan Antara Islam Dan Jawa

KH Miftakhul Akhyar 

Islam mengikuti tarikh hijriyah yang dihitung sejak Nabi Muhammad SAW hijriyah dari Makah menuju Madinah pada tahun 622 Masehi. Perhitungan hari dan bulan Hijriyah didasarkan pada peredaran bulan tarikh hijrah yang mempunya 12 bulan. Namun di tengah-tengah masyarakat ada dua hal mengapa pada bulan pertama menurut kalender hijriyah ini dimulyakan, dan terjadi mitos di masyarakat. Pertama, karena bulan ini disandarkan kepada Allah SWT, atau disebut syahrullah (bulan Allah). Kedua, karena bulan ini termasuk salah satu dari keempat bulan yang terkemas dalam asyhurul hurum (bulan-bulan yang mulia). Dan keempat bulan yang mulia itu adalah Dzul Qa’dah, Dzulhijjah, Muharam dan Rajab. Bagi sebagian orang awam terutama orang Jawa hari atau bulan menjadi pertimbangan khusus untuk melakukan aktivitas. Padangan orang Islam mayoritas masyarakat Jawa terhadap bulan Suro, mengalahkan pandangan tentang bulan Muharram itu sendiri sebagai bulan yang dimulyakan. Mereka mendahulukan pemahaman perilaku-perilaku pada bulan Suro, bahkan ada yang berpendapat bahwa bulan Suro adalah bulan yang angker dan keramat. Sampai-sampai banyak orang yang tidak berani menyelenggarakan kegiatan hajatan pada bulan ini. Lebih tragis lagi, ada yang berkeyakinan bahwa hancurnya rumah tangga juga berawal dari penyelenggaraan pernikahan atau apapun pada bulan ini. Na’udhubillah min dzaalik. Jangan sampai ini menjadi keyakinan kita yang sedang menginginkan pendekatan diri kepada Allah SWT. 

Sebagai seorang yang beriman, selayaknya lebih mendahulukan Allah dan RasulNya daripada yang lainnya. Cukuplah berikhtiar sesuai petunjukNya, bertawakkal dan meyakini ketetapanNya. Memang ada suatu hadis yang menunjukkan : Aakhiru arbi’aa’ fi syahri yaumun nahishun mustamir. (Hari Rabu di setiap akhir bulan adalah hari naas dan terus-menerus). Naas yang dimaksud adalah bagi mereka yang meyakininya, bagi yang mempercayainya, tetapi bagi orang-orang yang beriman meyakini bahwa setiap waktu, hari, bulan, tahun, ada manfaat dan ada mafsadah, ada guna dan ada mamadharatnya. Hari bisa bermanfaat bagi seseorang, tetapi bisa juga naas bagi orang lain. Di setiap hari, bulan bahkan tahun ada yang merasakan manfaat, sebaliknya ada yang merasakan madharat. Artinya hadis ini jangan dianggap sebagai suatu pedoman, bahwa setiap hari Rabu akhir bulan adalah hari naas yang harus kita hindari, karena ternyata pada hari itu, ada yang beruntung, ada juga yang buntung. Tinggal kita berikhtiyar meyakini, bahwa semua itu adalah anugerah Allah SWT. 

Anggapan masyarakat Jawa tentang bulan Suro adalah bulan tidak boleh melakukan hajatan, dan pada bulan sebelumnya yakni bulan Besar mereka rame-rame punya hajad, misalnya pernikahan, pindah rumah, sehingga hampir tiap hari di setiap desa minimal tiga sampai empat orang pengantin dalam setiap pekan. Belum lagi saudara, kolega, rekan kerja semua punya gawe bersamaan. Ini akan menyulitkan berbagai fihak. 

Islam memberikan suatu penjelasan dan bangga dan membanggakan dengan bulan-bulan yang telah ditetapkan. Namun Islam juga memberi penjelasan terhadap kepercayaan yang keliru. Sehingga tidak salah dalam menghadapi waktu dan zaman. Kalau mereka menganggap bahwa bulan Suro adalah bulan yang penuh musibah, penuh bencana, kesialan, sekaligus bulan keramat, yang digunakan untuk ritual-rital tertentu, bahkan sampai mengadakan ruwatan, nanggap wayang semalam suntuk dlsb, yang bertujuan untuk terbebas dari yang mereka sebut sukerta, kekotoran dan malapetaka. Adapun umat Islam memandang bulan Muharam (Jawa : Suro), malah justeru bulan yang dimulyakan. Bahkan sebagai bulan awal penanggalan Islam, sedang pada bulan 10 nya, disunnahkan untuk berpuasa Asyura. Karena ada riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pada hari itu. 

Bulan Muharram (Jawa : Suro) adalah merupakan salah satu dari 4 bulan yang dinamakan bulan haram, bulan di mana diharamkan untuk berperang, menganiaya diri dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan dll. Allah berfirman dalam surah At Taubah : 36 yang maknanya : Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. 

Bangsa Arab adalah bangsa yang hoby berperang, hampir setiap hari berperang, namun khusus 4 bulan yang mulia ini, mereka menghentikan pertikaian, mereka tahu bahwa 4 bulan itu adalah bulan yang mulia. 

Rasulullah SAW bersabda : “Sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi, satu tahun ada 12 bulan di antaranya ada 4 bulan yang dimulyakan, yang disucikan, tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzul Qa’dah, Dzulhijjah, Muharam, satu bulan lagi adalah Rajab Mudhar, di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban”. HR Bukhori dan Muslim. Kenapa bulan-bulan itu disebut bulan yang dimulyakan? Syekh Qadi Abu Ya’la menyatakan : “Dinamakan bulan haram karena ada dua makna ; pertama, pada bulan tersebut diharamkan ada pembunuhan, peperangan. Orang-orang Jahiliyah pun menyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut, merupakan larangan untuk berbuat haram lebih ditekankan dari pada bulan-bulan yang lainnya, karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada bulan-bulan tersebut sangat baik untuk melakukan amalan-amalan ketaatan. 

Jadi bagi muslimin khususnya yang berada di Jawa tidak ada halanganya untuk melakukan hajatan, misalnya pernikahan pada bulan Suro. Namun semua harus mengutamakan ketentuan-ketentuan syariat Islam daripada tradisi-tradisi yang bisa menyesatkan aqidah kita. Dengan berserah diri penuh tawakkal kepada Allah SWT. 

Di samping itu bulan Muharram (Jawa : Suro) juga merupakan awal dari bulan hijriyah. Bulan ini pula merupakan titik tolak kemenangan Islam. Berkembangnya Islam bertitik tolak dari bulan Muharram (Jawa:Suro) ini, karena pada bulan ini Rasulullah SAW memulai niat berhijrah, walaupun sampai di kota Madinah sudah masuk bulan Rabiul Awal. Dengan demikian bulan Muharram (Jawa : Suro) mempunyai nilai-nilai yang strategis, nilai-nilai kebangkitan Islam, nilai-nilai yang seharusnya kita memperbanyak amal, nilai-nilai optimisme, bukan pesimisme seperti yang terjadi sekarang ini. Silakan anda semua melakukan hajatan apa saja yang baik pada bulan Muharram (Jawa:Suro), baik itu pernikahan, pindah rumah, dll, dengan niatan mengharap keutamaan dan kemulyaan di bulan Muharram (Jawa : Suro) itu, sebagaimana Rasulullah SAW memulai hijrah juga pada bulan itu. Semoga ini menghindarkan kesesatan yang kemungkinan terjadi pada diri kita semua. Dan akhirnya kita bisa menjadi orang-orang muttaqin, yang bersih dari tradisi khurafat yang banyak terjadi di masyarakat dewasa ini. 


0 komentar:

Posting Komentar